Seniman IT

Penerapan Artificial Intelligence dan Big Data pada Industri di Indonesia

Artificial Intellegence dan Big Data Sebagai Penggerak Revolusi Industri 4.0 Indonesia



    Kebutuhan akan keunggulan kompetitif di berbagai sektor strategis secara historis merupakan pendorong untuk pengembangan mekanisme baru yang lebih canggih dan cerdas serta hemat biaya dalam proses produksi dan penyediaan jasa. Dalam hal ini, dan sejak awal era industrialisasi, dari waktu ke waktu, lompatan tren teknologi terjadi dan merevolusi konsep produksi dan penyediaan jasa, hal ini yang disebut sebagai revolusi industri. Revolusi industri pertama terjadi di bidang mekanisasi dan mesin uap, revolusi industri kedua didasarkan pada penggunaan intensif energi listrik dan produksi massal, dan revolusi industri ketiga didirikan di lingkungan IT dan meluasnya domain digitalisasi.

    Industri 4.0 sangat terkait dengan inovasi kreatif. Dalam beberapa dekade terakhir, inovasi menambahkan kompilasi melalui mobile application, cloud computing, dan big data yang bersama-sama dapat membangun simbiosis yang sempurna, menciptakan konsep baru untuk proses industrialisasi, dan menggeser model pasar ke era baru persaingan dan diferensiasi produk (Geiger & Sá, 2013). Industri 4.0 mewakili pergeseran menuju ekonomi berbasis inovasi dengan ilmu pengetahuan, data, dan IoT sebagai konsep yang terpusat. Hal ini akan mempengaruhi struktur model saat ini, pasar, dan proses bisnis zaman industri serta membuka jalan menuju era baru digitalisasi, jaringan sistem produksi yang "lebih pintar", dan proses bisnis yang saling berkaitan.

    Dibalik perkembangkan industri 4.0, ada satu tren teknologi yang menjadi aktivator terhadap bergulirnya era ini, itulah Artificial Intelligence (AI) atau biasa disebut kecerdasan buatan. Pergeseran mekanisme dalam proses manufaktur akan diselesaikan dalam kerja mesin pintar yang berinteraksi satu dengan yang lain dengan pengguna. AI secara efektif dapat mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur saat ini, melalui manufaktur adaptif yang didukung AI, kontrol kualitas otomatis, pemeliharaan prediktif, dan banyak lagi. AI dapat memberikan solusi seputar inspeksi visual, pengendalian dan otomatisasi, kalibrasi dan penyetelan, dan identifikasi masalah otomatis untuk mitra produsen besar. Mekanisme yang berjalan berupa algoritma machine learning, aplikasi, dan platform membantu produsen menemukan model bisnis baru, menyempurnakan kualitas produk, dan mengoptimalkan operasi manufaktur. Pada makalah ini membahas tentang pengenalan salah satu algoritma yang populer digunakan di sektor industri pada era industri 4.0 yaitu artificial neural network, dan tantangannya bagi pemerintah dan industri serta kebutuhan akan tenaga Chief Information Officer (CIO) pada sektor pemerintah maupun swasta untuk menghadapi era industri 4.0.

Penerapan AI di Sektor Industri

Di era industri 4.0, banyak perusahaan mencari tahu bagaimana mengadopsi suatu platform AI untuk diterapkan dalam proses bisnis mereka yang tentunya hal ini tidak mudah. Strategi pengintegrasian AI, seluruhnya dimulai dari akuisisi data, desain struktur sistem, hingga mencari algoritma atau metode yang membantu menyelesaikan permasalahan yang kompleks di dalam proses produksi dari awal hingga akhir pada industri, khususnya industri manufaktur. 

Pada kenyataannya teknologi ini masih terlalu kompleks, dan membutuhkan penelitian dan usaha yang cukup berat, ditambah dengan mekanisme algoritma yang secara mendasar tidak hanya di titik beratkan pada aspek engineering saja, akan tetapi juga memerlukan aspek science, dimana hal ini seolah-olah terdapat dua aspek yang berbeda dan harus dikuasai.

Lebih jauh lagi, penggunaan IT untuk mengubah perusahaan tradisional menjadi perusahaan yang mengadopsi tren teknologi di era industri 4.0 membutuhkan lebih dari hanya sekedar membangun situs web, sistem informasi, atau aplikasi mobile. Dengan menggunakan AI atau machine learning beberapa permasalahan yang tidak dapat diselesaikan hanya dari sisi engineering akan dapat terselesaikan.

Predictive modelling sebagai contohnya, saat ini telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan e-commerce besar seperti amazon, alibaba, dan perusahaan raksasa lainnya

Predictive modelling atau pemodelan prediktif adalah proses membuat, menguji, dan memvalidasi model untuk memprediksi kemungkinan akan suatu hasil. Model analisis ini memungkinkan peneliti, ilmuwan data, insinyur, dan analis untuk menghasilkan keputusan dan hasil yang dapat diandalkan dan berulang dalam menemukan wawasan tersembunyi atau insight melalui pembelajaran dari hubungan historis dan tren dalam data. dalam hal ini AI telah berkembang menjadi alat yang kuat yang mendasari berbagai solusi bisnis, termasuk membuat konten yang menarik bagi pengunjung di situs web, membantu mengenali perilaku konsumen menggunakan teknik sistem rekomendasi. collaborative filtering, dan bahkan terlibat dengan pengguna melalui chatbots pelanggan. 

Dinamika Perkembangan Big Data di Indonesia

Perkembangan big data di Indonesia dipengaruhi oleh berkembangnya big data secara global (Diebold, 2012, Kitchin, 2014, Boyd and Crawford, 2012). Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan perkembangan big data pada level global. Faktor pertama adalah meningkatnya volume data yang dihasilkan secara masif, terutama dari sektor bisnis (Chen and Zhang, 2014, Diebold, 2012, Laney, 2012). Laney (2012) mencatat bahwa pada sekitar tahun 2000, perusahaanperusahaan besar mulai membangun data warehouse untuk mendukung kolaborasi intra dan inter perusahaan. Selain sektor bisnis, peningkatan jumlah data juga berlangsung pada sektor akademis

Faktor kedua yang mendukung perkembangan big data adalah peningkatan kapasitas komputasi elektronik (Chen and Zhang, 2014, Coffman and Odlyzko, 2002, Villars et al., 2011). Fenomena ini sesuai dengan Hukum Moore yang menyatakan bahwa kemampuan semikonduktor untuk memproses data meningkat sebesar dua kali lipat setiap dua tahun (Moore, 1998). Peningkatan kemampuan ini berlaku pada semua jenis instrumen penghasil dan penyimpan data digital, seperti sensor, telepon genggam, dan hard-disk (Hilbert and López, 2011). Lebih lanjut, perkembangan big data juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi-teknologi pendukung, seperti cloud computing, IoT, dan data center (Chen et al., 2014).

Implementasi penggunaan big data secara granular lebih banyak ditemukan di sektor bisnis. Para pelaku usaha berharap bahwa penggunaan big data dapat membantu mereka menjalankan bisnis dengan lebih baik. Harapan ini didorong karena dengan data yang besar dan akurat, para pelaku bisnis dapat meningkatkan pendapatan, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan ide untuk menghasilkan produk baru (Erevelles et al., 2016). 

Kami menilai bahwa harapan pelaku usaha terhadap manfaat positif big data adalah sebuah hal yang wajar. Hal ini mengingat selama ini para pelaku usaha menggunakan metode-metode konvensional dengan data terbatas untuk menganalisis kondisi pasar (Fayyad et al., 1996). Sebagai contoh, jika selama ini pelaku usaha hanya menganalisis sentimen konsumen berdasarkan data penjualan saja, saat ini mereka dapat menganalisis lebih akurat dengan menggabungkan berbagai jenis parameter lain, seperi tren di media sosial dan data penetrasi iklan di media cetak. Selain itu, pelaku usaha juga mampu menganalisis data secara real-time, dibanding dengan mengacu pada catatan penjualan di periode sebelumnya. Hasil analisis menggunakan big data ini kemudian memberikan pandangan yang lebih mendalam mengenai sentimen konsumen terhadap sebuah produk dan dapat digunakan untuk membuat strategi pemasaran yang lebih tepat sasaran. Namun demikian, kami menilai bahwa, secara umum, pengaplikasian big data pada sektor bisnis di Indonesia masih tahap awal untuk keperluan prediksi bisnis (business forecasting). Dengan kata lain, kami menilai masih sedikit penggunaan big data untuk tahap pengambilan keputusan bisnis.

Selain ekspektasi positif di atas, kami melihat masih terdapat ekspektasi negatif dari pelaku usaha untuk menggunakan aplikasi big data. Hal ini diakibatkan oleh belum komprehensifnya regulasi dari pemerintah mengenai panduan penggunaan dan pengolahan data publik, seperti aturan portabilitas data, tata kelola penggunaan data, dan panduan penggunaan cloud services. Minimnya regulasi ini menimbulkan kegamangan dari para praktisi dan pegiat big data karena mereka tidak mempunyai satu panduan utuh dalam operasional bisnisnya. 

Berdasarkan kondisi tersebut, kami menilai bahwa perkembangan big data perlu diimbangi dengan keselarasan regulasi, terutama yang terkait dengan data dan sistem elektronik. Pembahasan Ranperpres (Rancangan Peraturan Presiden) tentang Satu Data yang sedang berjalan dapat menjadi pendorong berkembangnya penggunaan big data. Dengan adanya regulasi Satu Data, data publik akan lebih terkonsolidasi dengan baik, mudah diakses, dan dapat dibaca oleh mesin (machine readable). 

Dengan perkembangan yang masih berada pada tahap awal, jumlah aktor pada jaringan di big data masih didominasi sektor bisnis. Hal ini terjadi karena infrastruktur pengolahan big data masih banyak dimiliki oleh sektor bisnis. Satu perusahaan yang mengklaim menggunakan big data untuk membantu inovasi bisnis adalah DattaBot7 . DattaBot telah membantu banyak lembaga dan perusahaan menggunakan big data, utamanya untuk efisiensi bisnis dan personalisasi iklan perusahaan. Dattabot mempunyai klien perusahaan-perusahaan besar seperti GE Electrics, beberapa perusahaan telekomunikasi, dan perusahaan farmasi. Selain Dattabot, Telkom Indonesia juga cukup aktif mengembangkan divisi big data analytics8 sebagai lini bisnis baru. Telkom Indonesia tercatat sudah mempunyai lebih dari 20 use cases yang utamanya berfokus pada bagaimana data dapat dimonetisasi dan dimanfaatkan oleh Telkom dan perusahaan-perusahaan lain. Untuk menampung big data, Telkom mengembangkan platform Xsight yang menyediakan layanan API (Application Programming Interface) dan analisis big data untuk efisiensi bisnis dan pengambilan keputusan bisnis. Senada dengan Telkom, Telkomsel mempunyai platform MSight yang juga menggunakan big data untuk membantu pemerintahan dan pihak swasta dengan menyediakan layanan berbasis data.  

Meskipun pengembangan big data sudah dilakukan berbagai aktor pada sektor yang berbeda, sayangnya, kami menilai bahwa kolaborasi antara sektor akademis, bisnis, dan pemerintah pada pengembangan big data masih sangat minim. Terdapat dua dampak yang ditimbulkan dari rendahnya kolaborasi ini. Pertama, kami menilai bahwa tingkat konsolidasi aktor yang rendah membuat penggunaan data menjadi tidak optimal. Hal ini karena tidak adanya pertukaran data antar sektor. Dampak kedua adalah belum terpenuhinya kebutuhan SDM terampil (seperti analis data dan praktisi TIK) untuk sektor bisnis. Hal ini sangat disayangkan mengingat big data telah dan akan mengubah lanskap pekerjaan. Jika kebutuhan ini tidak segera diselesaikan, potensi big data di Indonesia tidak akan optimal.


REFRENSHI 

https://dattabot.io
http://www.telkomxsight.com
https://smartcity.jakarta.go.id
https://idbigdata.com/official
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d3446294/jokowi-bicara-soal-kekuatan-ri-padarevolusi-industri-ke-4
http://www.weforum.org/agenda/2016/01/thefourth-industrial-revolution-what-it-means-andhow-to-respond
https://www.wartaekonomi.co.id/read174345/lewatrevolusi-industri-40-indonesia-ingin-masuk-10- besar-ekonomi-dunia.html

Post a Comment

0 Comments