Seniman IT

MENYONGSONG ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 (TRANSFORMASI DIGITAL)

REVOLUSI INDUSTRI



A. Sejarah Revolusi Industri

        Industrialisasi dipandang sebagai langkah tepat dalam menjawab potret sejarah kemiskinan dunia. Industrialisasi mempermudah pekerjaan dilakukan dan pada gilirannya mengurangi kelaparan melalui ketersediaan makanan, memberikan ketersediaan akan kebutuhan pakaian, dan kebutuhan akan tempat tinggal bagi sebagian kalangan tertentu. Lebih jauh, memberikan masyarakatnya harapan hidup yang lebih panjang. Walaupun pada awalnya mengurbankan sebagian masyarakat lainnya sehingga muncul kesenjangan sosial serta menghasilkan kerusakan lingkungan, namun pada akhirnya industrialisasi mendatangkan kekayaan serta kenyamaan hidup karena dikelilingi oleh peralatan-peralatan yang user-friendly technologies.

Revolusi Industri I

Revolusi Industri I dimulai dari ditemukannya Mesin Uap oleh James Watt pada tahun 1764. Temuan ini berdampak pada pekerjaan-pekerjaan dalam pembuatan produk yang biasanya dilakukan oleh tenaga hewan dan kekuatan manusia, yang diperlengkapi dengan peralatan sederhana, kemudian beralih menggunakan mesin bertenaga uap. Hasilnya, barang-barang dapat diproduksi dalam waktu yang relatif singkat sehingga jumlahnya melimpah dengan harga murah. Revolusi Industri I membawa peralihan dari perekonomian berbasis pertanian menjadi perekonomian berbasis industri. Hal ini menandai dimulainya Era Mekanisasi.

Revolusi Industri II

Revolusi Industri 2.0 diawali dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Faraday & Maxwell sehubungan penggabungan kekuatan antara sistem magnetik dengan sistem elektrik yang menggerakan mesin proses produksi serta ditemukannya ban berjalan yang digunakan dalam proses perakitan di berbagai industri, sehingga dapat menghasilkan produk dalam jumlah besar (mass production). Lahirlah Era Elektrik.

Revolusi Industri III

Revolusi Industri 3.0 dimulai dari temuan internet dan komputer yang mempengaruhi pola komunikasi dan peredaran informasi di masyarakat. Juga temuan robot yang menggantikan tenaga kerja manusia dalam proses perakitan namun masih dikontrol oleh human operators. Dengan demikian, bergeser ke era otomatisasi.

Revolusi Industri IV 

Revolusi Industri 4.0 terjadi ketika robot yang terkoneksi dengan sistem komputer, diperlengkapi dengan machine learning algorithms yang dapat belajar dan mengontrol robot itu sendiri tanpa input dari human operators yang dikenal dengan istilah artificial intellegence (AI). Lebih jauh, AI dihubungkan dengan internet based society. Pada dasarnya, revolusi industri 4.0 merupakan penyatuan dunia online dengan industri produksi, sehingga merupakan revolusi industri digital. Revolusi industri 4.0 dalam dunia bisnis berdampak pada pekerjaan di masyarakat dan posisi dalam organisasi yang ada pada hari ini, yang tidak akan ada lagi dalam 50 tahun ke depan, Xing & Marwala (2016).

        Sehubungan dengan keunggulannya, Xing dan Marwala (2016) mengemukakan bahwa revolusi industri 4 mengintegrasikan rantai nilai vertikal dan horisontal dengan menghubungkan secara digital semua unit produktif dalam perekonomian. Saat ini industri di dunia, Amerika, China, dan bahkan Eropa, tengah memasuki era revolusi industri ke 4, era digital, yang menggunakan peralatan otomatisasi dan internet of things (IoT). Sekertaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika dari Kementerian Perindustrian pada saat meresmikan Pameran Manufacturing Indonesia 2017 menyampaikan bahwa yang terutama bagi Indonesia saat ini adalah keharusan untuk mengembangkan dan membangun sektor Industri Permesinan yang merupakan pendukung dari seluruh proses produksi pada industri lainnya khususnya pada sektor Industri Manufaktur (Kompas 9 Desember 2017). 

Big Data dan Artificial Intelegent

Komputer telah lama berada di masyarakat, namun tidak menangkap perilaku penggunanya. Berbeda saat smartphone digunakan, perilaku konsumen dapat dikumpulkan dalam big data sebagai hasil perekaman aktifitas pergerakan melalui penggunaan GPS, hasil penggunaan akses terhadap internet, hasil komunikasi menggunakan media sosial, hasil interaksi antara konsumen dan produsen dalam menggunakan produk, dan hasil perilaku atau kebiasaan lainnya.

Big data merekam semua data serta kegiatan yang pernah dilakukan untuk kemudian memprediksi apa yang mungkin terjadi di masa mendatang. Dengan demikian, Big Data memiliki jelajah yang jauh melampaui jaringan media sosial karena mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan moderen. Ketersediaan dan penggunaan big data tidaklah terhindarkan dalam bisnis mendatang. Banyak perusahaan konvensional yang sudah mulai beralih ke media online karena media tersebut lebih mudah diakses, baik perusahaan kecil ataupun perusahaan besar.

Marr (2017:8) mengungkapkan bahwa ada tiga area utama dalam bisnis yang sangat membutuhkan akses terhadap big data, yaitu improving decision making, improving operations, dan the monetizing of data:

  1. Improving decision making
  2. Improving Operations
  3. The Monetizing of data
Dengan adanya big data, maka artificial intellegence kemudian dapat lebih dikembangkan lagi. Mirabito dan Morgenstern (2004) mendefinisikan: 
Kecerdasan buatan adalah suatu sistem berbasis komputer yang menduplikasi kemampuan paling penting manusia, yaitu berpikir dan mencari sebab. Proses berpikir tersebut mengacu pada teknologi jaringan saraf (neural network technology) yang berusaha menyimulasi secara elektronik bagaimana otak memproses informasi melalui jaringan saraf-saraf yang saling terhubung untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

        Para ahli menyatakan bahwa saat ini ‘dunia’ berada pada revolusi industri 3. Kehadiran Teknologi Komunikasi dan Informasi masih membawa misi mempermudah kehidupan manusia. Ketika machine learning algorithme yang dikenal sebagai artificial intellegence-yang telah diperlengkapi dengan sensor penerima input, perekam data kuantitatif maupun kualitatif-yang senyatanya merupakan ciptaan segelintir manusia super jenius tetap mampu menpertahankan nilai-nilai kemanusiaan, tentunya selayaknya disambut dengan baik di berbagai kalangan di masyarakat. Namun, akan sangat disesali jika masyarakat dunia dijadikan sebagai ajang kompetisi dari para super jenius yang berlomba memproduksi artificial intellegence dengan pembaharuan yang terus menerus tanpa mempertimbangkan dampak terhadap kemanusiaan. Sejatinya, manusialah yang harus tetap memegang kendali atas peradaban manusia.

B. Peluang dan Tantangan Transformasi Digital dalam Revolusi Industri 4.0

        Seperti revolusi yang mendahuluinya, Revolusi Industri 4.0 memiliki potensi untuk meningkatkan tingkat pendapatan global dan meningkatkan kualitas hidup populasi di seluruh dunia. Sampai saat ini, mereka yang telah memperoleh hasil maksimal darinya adalah konsumen yang mampu membeli dan mengakses dunia dan layanan digital.

        Teknologi telah memungkinkan produk dan layanan baru yang meningkatkan efisiensi dan kesenangan kehidupan pribadi kita. Memesan taksi, memesan penerbangan, membeli produk, melakukan pembayaran, mendengarkan musik, menonton film, atau bermain game — semua ini sekarang dapat dilakukan dari jarak jauh, bahkan untuk urusan bisnis seperti pembukuan, dengan hadirnya software akuntansi berbasis cloud.

        Di masa depan, inovasi teknologi juga akan mengarah pada keajaiban sisi penawaran, dengan keuntungan efisiensi dan produktivitas jangka panjang. Biaya transportasi dan komunikasi akan turun, logistik dan rantai pasokan global akan menjadi lebih efektif, dan biaya perdagangan akan berkurang, yang semuanya akan membuka pasar baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

        Sebagai pengganti otomatisasi untuk tenaga kerja di seluruh ekonomi, penggantian pekerja oleh mesin dapat memperburuk kesenjangan antara pengembalian modal dan pengembalian tenaga kerja. Di sisi lain, juga dimungkinkan bahwa pemindahan pekerja dengan teknologi akan, secara agregat, menghasilkan peningkatan dalam pekerjaan yang aman dan menguntungkan. Oleh karena itu, teknologi adalah salah satu alasan utama mengapa pendapatan mengalami stagnasi, atau bahkan menurun, untuk sebagian besar penduduk di negara-negara berpenghasilan tinggi: permintaan akan pekerja berketerampilan tinggi telah meningkat sementara permintaan akan pekerja dengan pendidikan rendah dan keterampilan rendah mengalami penurunan.

        Ini membantu menjelaskan mengapa begitu banyak pekerja kecewa dan takut bahwa pendapatan mereka sendiri dan anak-anak mereka akan terus mandek atau tidak akan mendapat pekerjaan. Ini juga membantu menjelaskan mengapa kelas menengah di seluruh dunia semakin mengalami perasaan tidak puas dan tidak adil. Ketidakpuasan juga dapat dipicu oleh meluasnya teknologi digital dan dinamika berbagi informasi yang dicirikan oleh media sosial. Lebih dari 30 persen populasi global sekarang menggunakan platform media sosial untuk terhubung, belajar, dan berbagi informasi.

        Dalam dunia yang ideal, interaksi ini akan memberikan peluang untuk pemahaman dan kohesi lintas budaya. Namun, mereka juga dapat menciptakan dan menyebarkan harapan yang tidak realistis tentang apa yang merupakan keberhasilan bagi individu atau kelompok, serta menawarkan peluang untuk menyebar ide dan ideologi ekstrem.

C. Penyebab Utama Terjadinya Transformasi Digital

        Ada dua hal saling terkait yang menyebabkan transformasi digital. Pertama, kemunculan internet yang menjadi populer pada akhir era ‘90-an sampai awal 2000-an. Hadirnya teknologi ini menyebabkan arus informasi bertambah deras. Arus informasi ini memiliki efek candu bagi manusia dimana jika kita sudah terbiasa terpapar oleh informasi, kita merasa ingin menambah ‘dosis’ informasi yang kita terima atau minimal tidak ingin ‘dosis’ informasi yang biasa kita terima berkurang. Walaupun begitu, faktor ini hanya sebagai awalan saja. Masih ada masalah-masalah yang menghambat transformasi digital yaitu infrastruktur dan perangkat. Seperti yang kita tahu saat itu koneksi internet hanya mengandalkan kabel tembaga saja dan tidak setiap rumah memiliki koneksi tersebut. Bukan hanya itu saja, internet juga hanya bisa dinikmati melalui perangkat PC maupun Laptop dan percayalah laptop saat itu masih terlalu berat untuk bisa dikatakan sebagai perangkat portabel sehingga kita masih menolak untuk membiarkan internet merenggut seluruh waktu yang kita punya dalam sehari. Mata siapa yang tak lelah memandangi layar monitor yang kebanyakan masih berjenis CRT selama 8 jam atau bahkan lebih.

        Kedua, kemajuan teknologi komunikasi selular yang berhasil membawa koneksi internet tersebut ke dalam genggaman kita. Teknologi ini juga didukung oleh kemajuan teknologi chipset yang membuat telepon genggam yang sekarang disebut smartphone memiliki kemampuan komputasi yang lebih tinggi dalam memproses data dan menjalankan program layaknya sebuah komputer. Smartphone inilah yang berfungsi menjadi gerbang masuknya teknologi ke kehidupan dan aktivitas kita sehari-hari, di manapun dan kapanpun. Celah ini kemudian dimanfaatkan sejumlah inovator dan mengembangkan bisnis baru yang mereka ciptakan dengan cara yang juga baru. Jika kita amati, hadirnya start up kebanyakan dipelopori oleh anak-anak muda. Seperti yang kita ketahui bahwa anak-anak muda ini adalah golongan early adopter di mana mereka sangat menerima perubahan (disrupsi) bila dibandingkan dengan golongan tua yang lebih konservatif.

D. Berjalannya Suatu Digital Economy pada Industri

        Ada tiga tahapan digitalisasi, sebagai berikut: Seperti yang dikutip oleh Kustiwan (2017), bahwa Farid Subkhan, profesional di bidang marketing dan smart city menyatakan bahwa ada tiga tahap digitalisasi : 

  1. Tahap Digitalisasi 1.0, teknologi sebatas menghitung atau mendokumentasi sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
  2. Tahap Digitalisasi 2.0, teknologi sudah terhubung satu sama lain sehingga menjadi media sosial untuk bersosialisasi.
  3. Tahap Digitalisasi 3.0, teknologi memberikan akses bagi publik untuk berpartisipasi aktif memberi tanggapan dan respon.
        Lahirnya era digital, membangkitkan konektivitas global dimana orang dalam jumlah yang tak terhitung saling terhubung secara daring dan memberikan respon yang luar biasa. Hal ini merupakan sebuah keberhasilan dalam memahami bagaimana teknologi menggerakkan perubahan. Perubahan teknologi ini akan memunculkan paradigma baru yang sangat drastis perbedaannya dimasa mendatang sehingga memunculkan pertanyaan ‘bagaimana manusia di seluruh dunia memanfaatkan teknologi baginya, kini dan di masa mendatang. 

        Bagi perusahaan yang telah mapan, untuk dapat bersaing dalam ekonomi digital, maka produk harus menjadi more customized, organisasi menjadi lebih fleksibel melalui perubahan misi, struktur dan strategi, serta pabrik menjadi virtual manufacturing. Dampak digital economy terhadap aktivitas kerja, seperti yang dilaporkan Hidayati (2017) sehubungan dengan studi McKinsey Global Institute di 46 negara pada tahun 2017, yaitu:
  1. Sebagian besar pekerja akan kehilangan pekerjaan, 
  2. Sebagian teknisi bekerja dengan mesin yang berevolusi dengan cepat, sehingga harus terus menerus mengembangkan ketrampilan dan Keahliannya,
  3. Duapuluh lima persen aktivitas chief executive officer (CEO) akan tergantikan mesin, seperti proses pengambilan keputusan dari analisis laporan keuangan,
  4. munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang belum ada sebelumnya, seperti: pengembangan teknologi informasi, manajemen sistem teknologi informasi, pembuat aplikasi perangkat keras,
  5. Big data memunculkan kebutuhan terhadap ilmuwan dengan kemampuan mengolah dan menganalisis data secara statistik,
  6. Munculnya wirausaha-wirausaha baru baik yang berskala mikro maupun kecil.
        Untuk memudahkan proses penyeleksian pinjaman, perusahaan teknologi finansial pinjaman bekerja sama dengan penyedia platform yang memiliki rekam jejak usaha kecil menengah, seperti tingkat penjualannya yang terus mengalami peningkatan. Namun ada pula yang meminta persyaratan yang lebih ketat, seperti: usaha telah berjalan minimum satu tahun, memiliki laporan keuangan walaupun sederhana, telah mencatat laba, tidak memiliki track record kredit bermasalah, inovatif, sampai yang ramah lingkungan. Perusahaan teknologi finansial pinjaman sebagai penyedia jasa platform pinjam-meminjam langsung, juga membantu pemerintah dalam meningkatkan inklusi keuangan melalui berbagai pelatihan yang diberikan, seperti: literasi keuangan, pinjaman mikro dan pemasaran daring. Disamping itu, sebagai wirausaha baru harus berkolaborasi untuk meningkatkan transaksi yang terjadi, misalnya antara: e-commerce dengan teknologi finansial (fintech) dan dengan perusahaan distribusi. Teknologi finansial memudahkan konsumen dalam sistem pembayaran transaksinya. Sementara dukungan juga diperlukan dari sistem penggudangannya serta pada bagian pengiriman barang yang melakukan pendistribusi dari gudang ke konsumen.


REFERENSI



Post a Comment

0 Comments